Agustus 01, 2011

Bekas Sujud

Diriwayatkan dari Rabi'ah bin Ka'b bahwa ia berkata, "Aku menginap bersama Nabi SAW dan membantu beliau untuk menyiapkan air wudhunya dan kebutuhan lainnya." Kemudian, Rasulullah bersabda, "Mintalah sesuatu kepadaku." Aku menjawab, "Aku mohon agar bisa menemanimu di surga." Beliau menjawab, "Bukan lainnya?" Aku berkata, "Hanya itu saja. Lalu, Nabi SAW bersabda, "Bantulah aku untuk dirimu dengan memperbanyak sujud." (HR Ahmad, Muslim, An Nasai, dan Abu Daud).
Hadis ini menganjurkan kita untuk memperbanyak sujud, ruku, dan mendirikan shalat wajib ditambah dengan tathawwu' (shalat sunat) bila kita ingin masuk surga.
Sujud merupakan ibadah istimewa dalam Islam, karena merupakan salah satu rukun shalat dengan cara meletakkan tujuh anggota badan di atas tanah (muka, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung kaki). Posisi demikian mencerminkan sikap merendah di hadapan keagungan Ilahi. Allah menegaskan, "Sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)." (QS Al-'Alaq: 19).
Sujud akan menanamkan ketawadhuan dalam diri kepada sesama manusia dan memancarkan sinar keimanan dan kelembutan melalui wajahnya. Inilah bekas sujud yang diharapkan sebagai amalan penolong masuk surga.
Mi'dan bin Abi Tholhah berkata, "Aku bertemu Tsauban, budak Rasulullah SAW." Lalu, dia bertanya, "Beritahukan kepadaku amalan yang bila aku lakukan maka Allah akan memasukkanku dengannya ke dalam surga." Tsauban diam. Lalu, aku tanya lagi, tapi dia masih diam dan aku tanyakan yang ketiga maka ia menjawab, "Aku telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Kamu harus memperbanyak sujud karena sesungguhnya tidaklah kamu sujud sekali kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan dengannya satu dosa." (HR Muslim, Turmudzi, dan an-Nasa'i).
Kita dianjurkan untuk memperpanjang sujud bila shalat munfaridah (sendiri) karena Rasulullah menyindir orang-orang yang sujudnya cepat, dengan ungkapan bahwa mereka mematuk seperti ayam jago mematuk butiran makanan.
Sujud yang serius akan meninggalkan bekas di wajah orang Mukmin. "Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (QS Al-Fath 29).
Bekas sujud inilah yang akan ditampakkan setiap Muslim via wajahnya. Di antara bekas sujud yang terpancar di setiap muka Muslim adalah ketundukan kepada keagungan Allah, ketawadhuan terhadap sesama insan, kelembutan, senyuman, menundukkan pandangan mata, membasahi bibir dengan zikrullah, sikap kasih sayang kepada anak yatim, fakir, dan miskin.
Sejalan dengan ini, dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa Rasulullah berkata, "Aku hanyalah menerima shalat dari orang yang tawadhu terhadap keagungan-Ku, tidak sombong terhadap makhluk-Ku, tidak terus-menerus mendurhakai-Ku, selalu menggunakan siangnya untuk zikir kepada-Ku, mengasihi anak yatim, janda-janda, fakir, dan menyayangi orang yang tertimpa musibah. (HR Al-Bazzar).
Tanda hitam di dahi Muslim adalah salah satu ciri bahwa dia sering melakukan shalat. Namun, bekas sujud yang dikehendaki Allah adalah sikap tawadhu, kelembutan, kepedulian, dan kasih sayang yang dipancarkan wajah setiap Muslim. Wallahu a'lam.

Achmad Satori Ismail

Setan Bisu

Dalam kitab Ar-Risalah al-Qusyairiyyah disebutkan, "Yang tidak meyuarakan kebenaran adalah setan bisu." (Lihat hlm 62 bab as-shumti). Ungkapan ini bukan hadis, tapi dikutip oleh banyak ulama dalam fatwa dan kitab-kitab mereka. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam Majmu' fatawa. Ibnu al-Qayyim juga menukilnya. Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim juga mengutipnya dari Abi al-Qasim al-Qusyairy yang meriwayatkan dari Abu 'Ali ad-Daqqaq an-Naisaburi as-Syafi'i. Kemungkinan besar Abu Ali ad-Daqqaq inilah yang pertama mengutip ungkapan di atas. Kendati bukan hadis, isi dan jiwa kalimat tersebut sejalan dengan QS Ali Imran ayat 104, at-Taubah:71, dan lainnya. Juga seirama dengan makna banyak hadis amar makruf dan nahi mungkar.
Setiap mukmin berkewajiban untuk mengingkari yang batil dan menyeru kepada yang makruf sesuai dengan kemampuannya. Rasulullah bersabda, "Barang siapa di antara kamu sekalian melihat kemungkaran hendaklah mengubahnya dengan tangan (atau kekuasaannya) bila tidak mampu hendaklah mengubahnya dengan lisannya (nasihat) dan bila tidak kuasa maka hendaklah mengingkari dengan hatinya, yang terakhir ini adalah selemah-lemah iman." (HR Imam Muslim).
Bila seorang Muslim tidak melakukan nahi mungkar padahal mampu dan tidak ada penghalang maka dia adalah setan gagu. Lebih parah lagi bila ada orang yang menyuarakan kebatilan, dia dijuluki sebagai jubir setan.
Kita sering menyaksikan Muslim yang komitmen menegakkan amar makruf dan nahi mungkar tetapi tidak mau menyuarakan yang hak ketika melihat pelanggaran yang sudah merata di masyarakat. Di antara sebabnya, rasa takut dimusuhi ahlul bathil, khawatir dicopot dari jabatannya, takut diisolir dari masyarakatnya seperti yang dialami Siami di Surabaya atau disebabkan hal-hal lainnya.
Kebaikan apa yang bisa diharapkan dari seorang yang tidak menyuarakan yang hak ketika melihat larangan Allah ditabrak, batas-batas ajaran agama dilanggar dan ketentuan agama ditinggalkan? Bukankah musibah agama terbesar datang dari mereka yang merasa enak hidupnya, dan memiliki jabatan mapan tapi tidak peduli dengan musibah yang menimpa agamanya?
Umat Islam masih menjadi umat terbaik bila amar makruf dan nahi mungkar ditegakkan. "Kamu adalah umat Yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, manyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah." (Ali Imran, 110).
Ketika maksiat berkeliaran di tengah-tengah umat manusia, penyelewengan merata di mana-mana sedangkan setan bisu dan jubir setan semakin banyak, maka Allah akan menimpakan kepada umat ini beberapa malapetaka yang mengerikan: pertama, diberi musibah merata; kedua, umat akan dikuasai preman; ketiga, manusia akan saling bunuh; dan keempat, doa ulama tidak dikabulkan.
Abu Nu'aim meriwayatkan dalam Kitab Al-Hilyah, dari Abur Riqaad, bahwa ia berkata, "Hendaknya kamu memerintahkan yang makruf, melarang yang mungkar, dan menyuruh kebaikan atau kamu sekalian akan disiksa bersama atau kamu diperintah oleh orang-orang jahat di antara kamu kemudian bila para tokohnya berdoa tidak lagi akan dikabulkan. Na'udzubillah mindzalik.

Prof Dr KH Achmad Satori Ismail