Bekerja di
ladang dakwah telah memberikan banyak hikmah dan pelajaran kepada kita semua.
Semakin hari semestinya kita menjadi semakin dewasa, karena dimatangkan oleh
peristiwa demi peristiwa, oleh benturan, oleh gesekan, oleh program yang
berkesinambungan.
Ketika dakwah mampu menghimpun para aktivis dalam
sebuah tatanan, sesungguhnya pada dirinya terkandung dua sisi sekaligus.
Pertama sisi potensi yang melimpah ruah, oleh karena dakwah akan dikuatkan oleh
berbagai potensi yang dibawa oleh setiap aktivis. Namun pada sisi lainnya,
terdapat pula peluang terjadinya gesekan tingkat tinggi, karena semua orang
memiliki kemampuan yang setara untuk memimpin dan menempati posisi strategis.
Misalnya saat menentukan kepemimpinan lembaga dakwah,
semua aktivis pada hakikatnya memiliki kemampuan, kapasitas, dan kapabilitas
yang setara. Artinya, semua aktivis memiliki peluang yang sama dalam menempati
posisi tersebut. Demikian pula saat menentukan personal untuk menempati pos-pos
strategis dalam dakwah, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga, semua
aktivis relatif memiliki kapasitas yang setara untuk mendudukinya.
Para pemimpin sering kesulitan saat harus memilih
personal, bukan karena tidak ada potensi, namun justru karena semua aktivis
memiliki potensi. Sementara pos-pos strategis baik internal maupun eksternal
jumlahnya cukup terbatas, yang tentu saja tidak mungkin mampu mewadahi semua
aktivis. Mau tidak mau, suka tidak suka, harus memilih. Bagi yang tidak
terpilih, bukan berarti “tidak potensial” atau “tidak terpakai”,
sesungguhnyalah semua ingin dipilih, namun pos yang ada sangat terbatas.
Gesekan Adalah Keniscayaan
Setiap titik interaksi kita, selalu menimbulkan
gesekan. Walaupun interaksi itu seluruhnya dalam kebaikan, tidak ada satupun
yang bernilai kejahatan. Namun selalu menimbulkan gesekan. Justru karena saling
bergesekan antara satu komponen dengan komponen lainnya itulah yang menyebabkan
mesin menjadi berfungsi dan bisa menggerakkan roda mobil.
Gesekan itu kadang terasa menyakitkan, justru karena
kita semua menginginkan kebaikan. Sejak awal kita “menjadi mesin” yang
menggerakkan roda perjalanan dakwah, sepenuhnya telah sadar, bahwa apapun akan
kita tempuh untuk mencapai tujuan mulia. Kita menyadari ada bahaya dan hambatan
dari luar, namun amat banyak pula yang berasal dari dalam.
Manajemen apapun tidak akan bisa menghindarkan kita
dari saling bergesekan, karena sebagai mesin kita semua harus bergerak. Satu
komponen berpengaruh dan terhubung dengan komponen lain, saling berinteraksi
secara positif, sehingga bergeraklah roda dakwah. Namun sepanjang perjalanan, mesin
tentu mengalami pemanasan, dan semakin kencang laju mobil dakwah, semakin kuat
pula gesekan antar komponen.
Manajemen yang diperlukan bukanlah menghindarkan
gesekan antar komponen, namun manajemen untuk melicinkannya, agar gesekan yang
terjadi sebagai sebuah keharusan tidak saling menyakiti dan tidak saling
melukai. Semua komponen diperlkukan, walau hanya mur dan baut, walau hanya
karet penghubung, namun seluruhnya menjadi satu kesatuan untuk berfungsinya
mesin dengan baik.
Pada banyak kalangan partai politik, gesekan bisa
sedemikian keras dan kasar. Dampaknya, sebagian pihak terlempar, sebagian
terjatuh, sebagian terbuang, sebagian tersingkirkan, dan sebagian lainnya
berkuasa. Mereka tidak tahan terhadap gesekan, karena memiliki watak ingin menguasai.
Semua komponen ingin mengalahkan dan menjatuhkan yang lainnya, dalam sebuah
rivalitas yang amat keras.
Sepuluh Perangkat Nilai
Bersyukur, dalam dakwah telah disiapkan perangkat yang
memungkinkan semua komponen siap untuk bekerja dengan optimal. Perangkat paling
utama bernama kepahaman. Dengan perangkat ini semua komponen mengerti
berbagai tuntutan perjalanan dakwah sehingga mampu menyiapkan diri dan
menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut.
Perangkat kedua adalah keikhlasan. Dengan
landasan keikhlasan, berbagai gesekan tidak sampai menimbulkan korban yang
berjatuhan. Bukankah kita semua bekerja untuk mencari ridha Allah dan bukan
mencari jabatan, kemuliaan, popularitas, kedudukan dan lain sebagainya.
Perangkat ketiga adalah amal yang
berkesinambungan. Bekerja dalam dakwah memerlukan kontinuitas amal, sehingga
menuntut bekerjanya semua komponen mesin dakwah setiap saat. Dakwah tidak akan
berhenti hanya oleh karena ketakutan terkena dampak gesekan.
Perangkat keempat adalah kesungguhan atau jihad.
Semua komponen dituntut untuk melaksanakan kegiatan dan agenda dakwah sepenuh
kesungguhan. Termasuk bersungguh-sungguh menyiapkan jiwa agar memiliki daya
tahah prima di medan dakwah yang penuh tantangan.
Perangkat kelima adalah pengorbanan. Dakwah
tidak akan bisa berjalan tanpa didukung pengorbanan. Semua komponen siap
memberikan pengorbanan terbaik demi tercapainya tujuan-tujuan dakwah. Termasuk
mengorbankan “gengsi” diri, dalam rangka mencapai tujuan dakwah.
Perangkat keenam adalah ketaatan. Semua pihak
dalam tatanan dakwah harus memiliki ketaatan terhadap rujukan utama dari Allah
dan Rasul-Nya. Dalam tataran praktis, dituntut pula memiliki ketaatan terhadap
manhaj dakwah, serta keputusan lembaga dan para pimpinan, walaupun di antara
isi keputusan tersebut ada yang tidak sesuai dengan pendapat pribadinya.
Perangkat ketujuh adalah keteguhan. Seluruh
aktivis dakwah harus memiliki keteguhan dan ketegaran dalam menapaki jalan
dakwah. Sangat banyak cobaan dan hambatan di sepanjang perjalanan dakwah, hanya
aktivis yang memiliki keteguhan hati, ketegaran jiwa, kekokohan sikap, yang
akan mampu melewatinya.
Perangkat kedelapan adalah kemurnian. Dakwah
menuntut kemurnian hati, pemikiran dan aktivitas. Dakwah menghajatkan kemurnian
orientasi, niat dan tujuan, agar terbebaskan dari penyimpangan tujuan yang
sangat membahayakan.
Perangkat kesembilan adalah persaudaraan. Kita
semua diikat dalam sebuah tali persaudaraan yang kuat. Setiap kita lebih
mengutamakan saudaranya daripada diri sendiri. Kita bahagia jika mampu
membahagiakan saudaranya. Semua kita menjadi bersedih jika membuat saudaranya
berduka. Kebersamaan adalah kunci kemenangan dakwah.
Perangkat kesepuluh adalah kepercayaan. Ikatan
dalam dakwah bukanlah materi, bukan jabatan, bukan kedudukan duniawi, namun
ikatan visi, ikatan tujuan, ikatan iman, ikatan manhaj. Oleh karena itu sangat
diperlukan saling kepercayaan antara satu bagian dengan bagian lainnya, antara
pimpinan dengan anggota, dan antara sesama aktivis dakwah.
Saya selalu merangkai sepuluh perangkat tersebut dalam
satu kesatuan. Saya selalu melihat kesepuluh perangkat itu adalah mutiara
berkilauan. Sebelum berbicara manajemen praktis, kita terlebih dahulu diikat
oleh sepuluh perangkat nilai, yang menyebabkan kita mampu melewati semua
mihwar, semua tahapan, semua fase dalam dakwah, kendati sangat banyak gesekan
dalam menjalankan kegiatan.