November 03, 2012

Fifi P. Jubilea: Masalah Pendidikan Bukan Hanya Urusan Sekolah


 

“Sekarang ini orang tua di perkotaan menyerahkan masalah pendidikan anak-anaknya pada sekolah dan berusaha untuk memasukkan anaknya pada sekolah yang terbaik yang ada dikotanya. Lalu kemudian ketika terjadi “sesuatu” yang tidak diinginkan atau anaknya berprilaku kurang baik/tidak baik mereka langsung protes pada sekolah,” ungkap Fifi P. Jubilea yang akrab dipanggil Mam Fifi.
Wanita yang aktif dalam berbagai organisasi perempuan dan selalu peduli dengan masalah pendidikan anak , sehingga akhirnya mendorong untuk membuat sekolah Jakarta Islamic School pada tahun 2003. Saat ini Jakarta Islamic School yang awalnya hanya terdiri dari 180 murid Playgroup, TK dan SD sekarang telah berkembang hingga SMU dan juga boarding school yang terdiri di berbagai lokasi di Jakarta, bogor, Bekasi dan Depok.
Sebagai seorang praktisi pendidikan, Mam Fifi selalu menempatkan dirinya sebagai ibu dari 3 orang putera-puteri yang tengah beranjak remaja. Karena itu, beliau yang mempunyai idealisme dan cita-cita tuk menjadikan putera-puterinya mujahid Allah memiliki pengalaman dalam hal implementasi pendidikan dan mendidik putera-puterinya. Berikut ini petikan wawancara wartawan Eramuslim.com, Winny Sulistiani, bersama Mam Fifi disela-sela kesibukannya mengembangkanprogram bagi sekolah Jakarta Islamic School.
Sekarang ini, banyak sekali sekolah Islami yang didirikan dan banyak pula orang tua yang memasukkan anaknya ke sekolah Islam dengan tujuan agar anaknya dapat memiliki pengetahuan agama yang baik dan ahlaq yang baik, dan bukankah hal tersebut pula yang menjadi tujuan dari sekolah Islami?
Sekolah Islam memang memberikan pendidikan agama dengan porsi yang lebih dibanding sekolah-sekolah umum atau sekolah negeri. Setiap sekolah tentunya mempunyai tujuan untuk menjadikan murid-muridnya memiliki ahlaq yang baik dan pengetahuan yang luas serta pondasi agama yang kuat. Namun, masalah pendidikan anak bukan hanya menjadi urusan sekolah.
Jika kita lihat di Quran dan hadist tidak secara spesifik dibahas mengenai pendidikan anak, kemudian jika membaca sirah nabawiyah bagaimana Rasul dulu mendidik pribadi-pribadi tangguh dan sholeh/shalehah adalah dengan menciptakan lingkungan yang kondusif. Hal ini membuktikan bahwa yang perlu dididik dan perlu dirubah adalah lingkungannya. Lingkungan yang terdekat adalah keluarga, kemudian yang kedua adalah sekolah.
Jika keluarga bagus, sekolah bagus akan tercipta lingkungan yang mantap, jika keluarga biasa/tdk bagus sekolah bagus maka menjadi setengah mantap, jika keluarga bagus sekolah tidak bagus jadinya ¾ mantap. Artinya keluarga yang bagus masih lebih baik dibanding keluarga yang tidak bagus/biasa.
Keluarga juga memegang peranan yang penting dalam mendidik anak. Saya sering melihat, ibu-ibu mengantarkan anak-anaknya ke sekolah, anak-anak menggunakan seragam rapih dengan baju koko dan jilbab untuk anak perempuan, namun ibunya mengantarkan tidak menggunakan jilbab. Atau ada lagi orangtua mengirimkan anak-anak ke boarding school yang memiliki rutinitas tahajud dan ibadah lain yang disiplin, namun kemudian protes ketika anaknya kembali ke rumah anaknya tidak disiplin dan suka bangun siang, dan ketika ditelusuri ternyata kebiasaan di rumah tersebut dari sejak kecil dibolehkan bangun siang dan anggota keluarga yang lain pun bangun siang.
Sekolah yang memiliki kurikulum dan berbagai program untuk menanamkan nilai-nilai dan kebiasan baik terutama dalam hal ibadah dan pondasi agama tentunya perlu didukung pula dengan penguatan pendidikan yang ada dikeluarga. Atau setidaknya sekolah dan keluarga menerapkan pendidikan yang sejalan, karena tetap meski anak lebih banyak menghabiskan waktu disekolah, ia kan tetap kembali ke keluarga dan kebiasaan yang ada di keluarga.
Tetapi bukankah dengan menyekolahkan ke sekolah Islami yang rata-rata “mahal” setidaknya seharusnya sekolah dapat memberikan “bekal” ilmu agama bagi anak?
Inilah yang sudah menjadi pendapat dan stigma di masyarakat kita bahwa dengan menyekolahkan anak ke sekolah Islam maka semua masalah pendidikan diserahkan ke sekolah, dan kadang muncul perkataan “saya kan sudah membayar ke sekolah, jadi apa yang saya dapatkan,”sekolah seperti menjadi institusi jual beli.
Masalah pendidikan anak itu seharusnya menjadi perhatian sejak sebelum menikah. Ketika merancang pernikahan tentu dipikirkan juga kelak akan memiliki anak dan akan memberikan pendidikan seperti apa. Fenomena yang terjadi saat ini pada masyarakat adalah ketika anak lahir, kedua orang tua sibuk mencari nafkah dan kurang memperhatikan anak, sehingga ketika anak mulai tumbuh besar timbulah masalah.
Mendidikan anak itu seperti memahat patung, ketika akan memahat patung liberty misalnya, memahat dilakukan dari bawah mulai dari kaki baru hingga ke kepala. Dan memahat itu tentu membutuhkan skill, membutuhkan ilmu dan membutuhkan modal serta bahan dasar. Tidak jarang ketika memahat terhenti di tengah jalan karena modal yang kurang, atau ketika bahan dasarnya tidak bagus dan skill yang kurang pahatannya menjadi tidak bagus.
Anak juga terlahir dari janin hasil perpaduan dari kedua orang tua, sehingga sedikit banyak akan membawa sifat-sifat orang tua. Untuk itu mendidik juga membutuhkan ilmu dan dimulai dari sejak anak lahir dan terus hingga anak dewasa. Sekolah melatih dan menanamkan nilai-nilai agama tapi jika tidak didukung dan diperkuat dengan implementasi dan pendidikan di keluarga maka akan menjadi timpang.
Sebagai seorang pendiri sekolah yang berbasis Islam dan juga seorang ibu dari anak-anak yang tengah beranjak remaja, bagaimana penerapan Mam Fifi dalam mendidik anak-anak?
Saya membuat sekolah karena waktu itu saya kurang puas dengan sekolah-sekolah yang ada, sehingga saya ingin membuat sekolah yang berbasis Islam dan juga bertaraf Internasional. Saya ingin mendidik generasi yang dapat menjadi pemimpin yang sholeh/sholehah tetapi dapat pula diterima di kalangan internasional.
Karena saya pun memiliki cita-cita dan harapan yang besar untuk anak-anak, saya dan suami juga melakukan berbagai cara untuk mendidik mereka baik melalui sekolah maupun ketika di rumah. Pendidikan agama diajarkan setiap hari, karena sebagai muslim gaya hidup kita adalah gaya hidup sesuai Islam yaitu Quran dan sunnah. Misalnya ketika mengajarkan adab makan kepada anak-anak, dan kemudian anak saya tiba-tiba makan dengan tangan kiri, saya langsung tegur “kamu makan dengan tangan kiri, hati-hati loh setan itu makan dengan tangan kiri, kalo kamu tiap hari makan dengan tangan kiri berarti kamu bikin setan kamu gemuk, yah terserah sih itu kan setan kamu.” Masalah keseharian, ketika ada yang tidak sesuai dengan apa yang telah kita beritahukan kepada anak, langsung ditegur saja, agar mereka mengerti bahwa apa yang mereka lakukan tidak baik.
Untuk pemahaman agama, selain disekolah saya juga melanjutkan di rumah agar terus kontinyu, terkadang saya dan suami sampai memanggil ustadz untuk datang ke rumah dan mengaji/halaqah bersama anak-anak. Tetapi cara tersebut juga menurut saya belum cukup, karena terkadang anak tidak sepenuhnya mendengarkan ustadz, atau terkadang ustadz berhalangan. Akhirnya seperti saya katakan sebelumnya, semua kembali pada keluarga dan terutama pada orang tua. Orang tua yang harus mengambil peranan dalam mendidik anak, karena secara nature mereka akan mengikuti apa yang dilakukan orang tuanya. Sedikit banyak apa yang kita terapkan pada anak, sama dengan apa yang orang tua dulu lakukan pada kita, benarkan?
Sebagai seorang pendiri sekolah saya diharapkan lebih oleh lingkungan, saya dipandang pasti berhasil dalam mendidik anak, dan anak saya pun diharapkan memiliki prestasi yang lebih. Tetapi terus terang tidak semua cara yang saya lakukan berhasil dan efektif, terkadang saya juga stress, tetapi akhirnya saya kembalikan kepada Allah.
Menurut pendapat saya, mengapa kadang orang tua dibuat pusing oleh anak-anak, karena orang tua punya cita-cita punya harapan terhadap anak-anaknya. Ada orang tua yang ingin anaknya memiliki prestasi akademik yang bagus, sehingga ketika nilai-nilai pelajaran anaknya kurang, orang tua memarahi anaknya. Atau orang tua ingin anaknya menjadi artis, sehingga ketika anaknya tidak mau atau bermalas-malasan ketika syuting atau apapun, orang tua marah. Dan ini menurut pendapat saya adalah hal yang tidak penting, konflik antara orang tua dan anak yang tidak diridhoi Allah.
Kemudian jika ingin anak-anak kita menjadi jundi-jundi Allah, maka lakukanlah usaha sebaik-baiknya agar anak kita layak menjadi jundi-jundi Allah kemudian serahkan semuanya kepada Allah sebagai komandan. Karena mendidik anak menurut saya sama juga seperti kita mencari rizki, ada yang harus melalui usaha yang keras namun belum tentu hasilnya memuaskan. Ada juga yang usahanya sedikit tapi hasilnya memuaskan atau dapat project yang besar misalnya. Dengan anak juga begitu ada yang telah berusaha mendidik dengan cara-cara yang baik namun ternyata anaknya tetap terkena narkoba atau hamil di luar nikah, dan ada yang mendidik dengan biasa saja tetapi malah berhasil. Hal ini tentunya merupakan takdir Allah, dan tentu Allah memiliki cerita tersendiri dan ada hikmah yang terkandung didalamnya.
Untuk itu, orang tua tetap perlu untuk mendidik anak-anaknya dengan sebaik-baiknya dan ditujukan agar anak dapat menjadi pribadi yang berahlaq baik dan diridhoi Allah. Tetapi ketika dalam proses mendidik anak tersebut, kemudian terjadi konflik dengan anak karena tidak sesuai dengan keinginan anak, maka menurut saya ini adalah konflik yang diridhoi Allah, karena mengajak sesuatu pada kebaikan merupakan ibadah. Yang terpenting adalah niat karena Allah dan kita ikhlas dalam menjalan usaha untuk mendidik anak-anak kita dengan cara yang baik, bukan niat atau cita-cita karena ego atau ambisi kita semata menjadikan anak yang sukses dan berprestasi dengan ukuran dunia.